Rabu, 01 Desember 2010

Hukum Jual Beli Kredit






Pertanyaan

Assalamu’alaikum

Ustadz yang dirahmati Allah. Saya seorang ibu yang mempunyai 2 orang putri, sebelum menikah saya bekerja pada sebuah perusahaan swasta. Setelah mempunyai momongan saya tidak diizinkan oleh suami bekerja di luar rumah. Tapi saya dibolehkan buka usaha di rumah. Yang ingin saya tanyakan adalah:
  1. Apakah boleh saya punya usaha mengkreditkan barang elektronik dan alat-alat rumah tangga? Kalau boleh berapa persenkah keuntungan yang boleh saya ambil?
  2. Kalau ada teman atau tetangga yang meminjam uang pada saya, padahal saya tahu orang tersebut termasuk orang yang sulit untuk mengembalikan pinjamannya. Kalau saya bilang nggak ada, tapi saya punya, bagaimana menghadapi orang seperti itu. Agar hatinya tidak tersinggung, dan apakah berbohong untuk tidak menyakiti hati orang lain itu berdosa?

Demikian, atas jawabannya saya ucapkan Jazakumullahu khoiron

Wassalamu’alaikum

Hamba Allah
di-Batam


Jawab:

Demikianlah sepatutnya seorang istri patuh dan berbakti kepada suami dengan mentaati perintah dan bimbingan suami. Kami salut dengan kepatuhan dan keinginan untuk membantu suami dengan kembali kerumah. Sebab siapa lagi yang akan menjaga benteng pembinaan anak-anak yang tersisa kalau bukan sang ibu. Apalagi di zaman kiwari seperti ini, anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya yang sama-sama mencari penghidupan di luar rumah. Hingga akhirnya pembantu rumah tangga dijadikan penjaga mereka. Oleh karena itu mudah-mudahan saudari bisa menjadi contoh muslimah lainnya untuk kembali kerumah menjaga benteng tersebut.

Tentang pertanyaa saudari diatas tentang usaha mengkreditkan barang elektronik dan alat rumah tangga, maka hal ini kembali kepada masalah jual beli kredit dalam tinjauan islam. Memang para ulama berselisih pendapat tentang hukum jual beli kredit, namun yang rojih adalah boleh dengan syarat tidak ada tambahan pembayaran apabila pembayaran angsurannya terlambat. Inilah yang disampaikan Departeman Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Negara Saudi Arabia (Ar Riasah Al'amah li Idaratil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta) dalam fatwanya menjawab pertanyaan: Ada orang yang menjual mobil dengan kredit dan ada keuntungan tambahan tertentu dari harganya (yang kontan) namun keuntungan tersebut bertambah dengan keterlambatan pembayaran angsuran dari waktu pembayaran yang (disepakati). Apakah cara seperti ini diperbolehkan atau tidak? Mereka menjawab dengan pernyataan:

Apabila orang yang menjual mobil atau sejenisnya sampai tempo tertentu dengan harga tertentu atau waktu tertentu dengan angsuran tertentu yang pemberi kredit tidak melewati batas yang telah ditentukan dari harganya, maka tidak mengapa. Namun bila kredit yang telah terfahami dari pertanyaan bertambah dengan keterlambatan pembayaran angsuran dari waktu yang disepakati dengan nilai tertentu, maka itu tidak boleh dengan ijma kaum muslimin, karena itu sama dengan riba jahiliyah.[1]

Demikian juga fatwa dari komite umum untuk fatwa di Departemen Wakaf dan urusan Islam di Kuwait (Al Hai'at Al Amah lil Fatwa bi Wizarat Al Auqaaf wal Syu'un Al Islamiyah bil Kuwait) atas pertanyaan: Bagaimana menurut syariat jual beli dengan tempo. Apakah diperbolehkan oleh syari"at bila disana ada harga barang yang dijual dengan cash (kontan) dan ada harga untuk barang yang sama yang dijual dengan kredit? Mereka menjawab: tidak Apa-apa harga jual kredit lebih tinggi dari harga jual cash (kontan) dan penjual boleh mencari keuntungan yang ia inginkan dengan cara hitungan ekonomi.[2]

Dengan demikian saudari boleh melakukan usaha tersebut dan bebas dalam mencari keuntungannya tidak ada ketentuan berapa persen keuntungannya. Namun perlu diingat sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang berbunyi:

"Semoga Allah merahmati orang yang mudah apabila menjual dan bila membeli serta bila menagih hutang." (HR Al Bukhori)

Yang mudah dan kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.

Sedangkan berbohong untuk menolak orang berhutang, ini tentu terlarang karena masuk dalam kategori dusta. Namun hendaknya bila mendapatkan jenis orang seperti itu hendaknya ditolak dengan baik-baik dan katakan kami tidak memberi hutang kepada anda. Bila ia bertanya tentang sebabnya maka dilihat, bila ia akan baik dengan dijelaskan sebabnya sehingga ia dapat memperbaiki darinya kembali maka jelaskan dan bila tidak maka baiknya katakan kepadanya itu hak prerogative kami.

Memang terkadang kita harus tegas tanpa harus kasar menyikapi tipe orang seperti itu dan harus bijak menentukan keputusan memberi atau tidak memberi. Jangan lupa juga bila memberi hutang kepada orang lain harus dengan perjanjian hitam diatas putih agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Mudah-mudahan jawaban singkat ini bermanfaat bagi kita semua.

Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Footnotes:

[1] Majalah Al Buhuts Al Islamiyah, edisi 6 Ar Riasah Al'amah li Idaratil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta wad Dakwah wal Irsyad hal. 270, bulan Rabi' Al Tsani-Jumada 1,2 -1403.

[2] Majalah Al Syari'at wa Dirasat Al Islamiyah hal 264, tahun pertama edisi satu bulan Rajab 1414H. diterbitkan Universitas Kuwait.
Sumber : www.pengusahamuslim.com

Tidak ada komentar: